Imam Abu Hamid Al-Ghazali Rahimahullah berkata,
طوبى لمن إذا مات
ماتت معه ذنوبه، والويل الطويل لمن يموت وتبقى ذنوبه مائة سنة ومائتي سنة أو أكثر
يعذب بها في قبره ويسئل عنها إلى آخر انقراضها
“Keberuntungan
bagi siapa yang saat mati maka mati pula dosa-dosanya. Kecelakaan panjang bagi
siapa yang mati sementara dosa-dosanya masih bercokol selama 100 tahun, 200
tahun, atau lebih. Ia disiksa dikuburnya karena sebab dosa-dosanya itu dan
ditanya tentangnya sampai akhir masanya.” (Ihya’ Ulumid Dien: 2/74)
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu
'Anhu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى، كَانَ لَهُ
مِنَ الْأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ، لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ
أُجُورِهِمْ شَيْئًا، وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلَالَةٍ، كَانَ عَلَيْهِ مِنَ
الْإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ، لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ
شَيْئًا
“Siapa
yang menyeru kepada petunjuk, ia mendapatkan pahala sebagaimana pahala
orang-orang yang mengikutinya tanpa dikurangi sedikitpun dari pahala mereka.
siapa yang mengajak kepada kesesatan, ia mendapatkan dosa sebagaimana dosa
orang-orang yang mengikutinya tanpa dikurangi sedikitpun dari dosa-dosa mereka.” (HR. Muslim)
Dari Anas bin Malik Radhiyallahu
'Anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
سَبعٌ يَجرِي لِلعَبدِ أَجرُهُنَّ
وَهُوَ فِي قَبرِهِ بَعدَ مَوتِهِ مَن عَلَّمَ عِلْماً أَو أَجرَى نَهراً أو
حَفَرَ بِئراً أَو غَرَسَ نَخلاً أَو بَنَى مَسجِداً أَو وَرَّثَ مُصحَفاً أَو
تَرَكَ وَلَداً يَستَغفِرُ لَهُ بَعدَ مَوتِهِ
“Ada tujuh hal yang pahalanya
akan tetap mengalir bagi seorang hamba padahal dia sudah terbaring dalam
kuburnya setelah wafatnya (yaitu): Orang yang mengajarkan ilmu, mengalirkan
sungai, menggali sumur, menanamkan kurma, membangun masjid, mewariskan mushaf
atau meninggalkan anak yang memohonkan ampun buatnya setelah dia meninggal.”
(HR. Al-Bazzar, dinilai hasan oleh syaikh al-Albani dalam Shahih al-Jami’)
عَنْ سَعْدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعُودُنِي وَأَنَا مَرِيضٌ بِمَكَّةَ
فَقُلْتُ لِي مَالٌ أُوصِي بِمَالِي كُلِّهِ قَالَ لَا قُلْتُ فَالشَّطْرِ قَالَ
لَا قُلْتُ فَالثُّلُثِ قَالَ الثُّلُثُ وَالثُّلُثُ كَثِيرٌ أَنْ تَدَعَ
وَرَثَتَكَ أَغْنِيَاءَ خَيْرٌ مِنْ أَنْ تَدَعَهُمْ عَالَةً يَتَكَفَّفُونَ
النَّاسَ فِي أَيْدِيهِمْ وَمَهْمَا أَنْفَقْتَ فَهُوَ لَكَ صَدَقَةٌ حَتَّى
اللُّقْمَةَ تَرْفَعُهَا فِي فِي امْرَأَتِكَ وَلَعَلَّ اللَّهَ يَرْفَعُكَ
يَنْتَفِعُ بِكَ نَاسٌ وَيُضَرُّ بِكَ آخَرُونَ
dari
Sa'd radliallahu 'anhu ia berkata; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
pernah mengunjungiku ketika aku jatuh sakit di Makkah. Kukatakan pada beliau, Sesungguhnya aku memiliki harta. Haruskah aku mewasiatkan
seluruhnya? beliau menjawab: Tidak.
Aku bertanya lagi, Ataukah setengah darinya?
beliau menjawab: Tidak. Aku bertanya lagi, Ataukah sepertiga darinya? beliau menjawab: Ya, sepertiga. Namun sepertiga adalah sesuatu yang
banyak. Lebih baik bila kamu meninggalkan ahli warismu dalam keadaan
berkecukupan daripada kamu meninggalkan mereka dalam keadaan miskin dan
mengharap-harap apa yang ada di tangan manusia. Dan seagala yang kamu infakkan,
maka hal itu adalah sedekah bagimu, bahkan termasuk sesuap makanan yang kamu
suapkan pada bibir isterimu. Dan semoga Allah mengangkat derajatmu sehingga
banyak orang mengambil manfaat darimu dan yang lain (HR Bukhary)