Senin, 21 April 2025

Hukum cukur alis, tato, sambung rambut

 


عَنْ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ لَعَنَ اللَّهُ الْوَاشِمَاتِ وَالْمُسْتَوْشِمَاتِ وَالْمُتَنَمِّصَاتِ وَالْمُتَفَلِّجَاتِ لِلْحُسْنِ الْمُغَيِّرَاتِ خَلْقَ اللَّهِ . [رواه البخارى]

 “Diriwayatkan dari Abdullah ra, Allah melaknat perempuan yang membuat tato dan orang yang minta dibuatkan tato, orang yang minta dicabutkan bulu alisnya, orang-orang yang menghias giginya untuk mempercantik dirinya, dan orang yang mengubah ciptaan Allah.” [HR. al-Bukhari]


عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ – رضى الله عنه – عَنِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ « لَعَنَ اللَّهُ الْوَاصِلَةَ وَالْمُسْتَوْصِلَةَ ، وَالْوَاشِمَةَ وَالْمُسْتَوْشِمَةَ

Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah melaknat perempuan yang menyambung rambutnya dan perempuan yang meminta agar rambutnya disambung, perempuan yang mentato dan perempuan yang meminta agar ditato”(HR Bukhari no 5589

 

 

sahabat Urfujah bin As’ad radhiallahu ‘anhu yang menggunakan emas untuk memperbaiki hidungnya,

أَنَّهُ أُصِيبَ أَنْفُهُ يَوْمَ الْكُلَابِ فِي الْجَاهِلِيَّةِ، فَاتَّخَذَ أَنْفًا مِنْ وَرِقٍ فَأَنْتَنَ عَلَيْهِ فَأَمَرَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَتَّخِذَ أَنْفًا مِنْ ذَهَبٍ

“Hidungnya terkena senjata pada peristiwa perang Al-Kulab di zaman jahiliyah. Kemudian beliau tambal dengan perak, namun hidungnya malah membusuk. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkannya untuk menggunakan tambal hidung dari emas.” [HR. An-Nasai 5161, Abu Daud 4232]

 

As-Syaukani menjelaskan,

قوله (إلا من داء) ظاهره أن التحريم المذكور إنما هو فيما إذا كان لقصد التحسين لا لداء وعلة، فإنه ليس بمحرم

“Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘kecuali karena penyakit’ dzahir maksudnya bahwa keharaman yang disebutkan, yaitu jika dilakukan untuk tujuan memperindah penampilan, bukan untuk menghilangkan penyakit atau cacat, karena semacam ini tidak haram.” [Nailul Authar, 6/229]

 

Diriwayatkan dari ibnu abbas ra:

أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم لَعَنَ الْمُخَنَّثِينَ مِنَ الرِّجَالِ وَالْمُتَرَجِّلاتِ مِنَ النِّسَاءِ

 “Sesungguhnya baginda Nabi SAW melaknat para lelaki yang mukhannits (menyerupai perempuan)dan para wanita yang mutarajjilat,(menyerupai laki-laki)” (HR Al-Bukhari dan Abu Dawud)

لاَ يَنْظُرُ الرَّجُلُ إِلَى عَوْرَةِ الرَّجُلِ وَلاَ الْمَرْأَةُ إِلَى عَوْرَةِ الْمَرْأَةِ، وَلاَ يُفْضِي الرَّجُلُ إِلَى الرَّجُلِ فِي الثَّوْبِ الْوَاحِدِ، وَلاَ تُفْضِي الْمَرْأَةُ إِلَى الْمَرْأَةِ فِي الثَّوْبِ الْوَاحِدِ.

Janganlah seorang pria melihat aurat pria lainnya, dan jangan pula wanita melihat aurat wanita lainnya. Seorang pria tidak boleh bersama pria lainnya dalam satu kain, dan tidak boleh pula wanita bersama wanita lainnya dalam satu kain.(HR Muslim)

أومت امرأة من وراء ستر بيدها كتاب إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم فقبض رسول الله صلى الله عليه وسلم يده فقال: ما أدري أيد رجل أم يد امرأة؟ قالت : بل امرأة قال صلى الله عليه وسلم : لو كنت امرأة لغيرت أظفارك يعني بالحناء

 “Seorang wanita menjulurkan tangannya dari balik tabir. Di tangannya ada sebuah kitab untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu ternyata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menahan tangan beliau dan berkata, ”Saya tidak tahu, apakah ini tangan laki-laki ataukah tangan wanita?”. Sang wanita menjawab, ”Ini tangan wanita”. Maka Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Jika kamu seorang wanita, seharusnya engkau warnai jari-jarimu dengan henna” (HR. Abu Daud 4166

Selasa, 15 April 2025

dampak dari apa yang kita makan


 

Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

« أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا وَإِنَّ اللَّهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِينَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِينَ فَقَالَ ( يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّى بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ) وَقَالَ (يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ) ». ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ يَا رَبِّ يَا رَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِىَ بِالْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ ».

 “Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Allah itu thoyyib (baik). Allah tidak akan menerima sesuatu melainkan dari yang thoyyib (baik). Dan sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepada orang-orang mukmin seperti yang diperintahkan-Nya kepada para Rasul. Firman-Nya: ‘Wahai para Rasul! Makanlah makanan yang baik-baik (halal) dan kerjakanlah amal shalih. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.’ Dan Allah juga berfirman: ‘Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah rezeki yang baik-baik yang telah kami rezekikan kepadamu.'” Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan tentang seorang laki-laki yang telah menempuh perjalanan jauh, sehingga rambutnya kusut, masai dan berdebu. Orang itu mengangkat tangannya ke langit seraya berdo’a: “Wahai Tuhanku, wahai Tuhanku.” Padahal, makanannya dari barang yang haram, minumannya dari yang haram, pakaiannya dari yang haram dan diberi makan dari yang haram, maka bagaimanakah Allah akan memperkenankan do’anya?” (HR. Muslim no. 1015)

قامَ رَسولُ اللهِ ﷺ فَخَطَبَ النّاسَ فَقالَ: لا واللَّهِ، ما أَخْشى علَيْكُم، أَيُّها النّاسُ، إلّا ما يُخْرِجُ اللَّهُ لَكُمْ مِن زَهْرَةِ الدُّنْيا فَقالَ رَجُلٌ: يا رَسولَ اللهِ، أَيَأْتي الخَيْرُ بالشَّرِّ؟ فَصَمَتَ رَسولُ اللهِ ﷺ ساعَةً، ثُمَّ قالَ: كيفَ قُلْتَ؟ قالَ: قُلتُ: يا رَسولَ اللهِ، أَيَأْتي الخَيْرُ بالشَّرِّ؟ فَقالَ له رَسولُ اللهِ ﷺ: إنَّ الخَيْرَ لا يَأْتي إلّا بخَيْرٍ، أَوَ خَيْرٌ هُوَ، إنَّ كُلَّ ما يُنْبِتُ الرَّبِيعُ يَقْتُلُ حَبَطًا، أَوْ يُلِمُّ، إلّا آكِلَةَ الخَضِرِ، أَكَلَتْ، حتّى إذا امْتَلأَتْ خاصِرَتاها اسْتَقْبَلَتِ الشَّمْسَ، ثَلَطَتْ، أَوْ بالَتْ، ثُمَّ اجْتَرَّتْ، فَعادَتْ فأكَلَتْ فمَن يَأْخُذْ مالًا بحَقِّهِ يُبارَكْ له فِيهِ، وَمَن يَأْخُذْ مالًا بغيرِ حَقِّهِ فَمَثَلُهُ، كَمَثَلِ الذي يَأْكُلُ وَلا يَشْبَعُ.

الراوي: أبو سعيد الخدري • مسلم

Rasulullah berdiri lalu berkhutbah di hadapan orang-orang, dan beliau bersabda: “Demi Allah, wahai manusia, aku tidak khawatir atas kalian kecuali apa yang Allah keluarkan untuk kalian dari perhiasan dunia.” Maka seorang lelaki bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah kebaikan bisa mendatangkan keburukan?” Rasulullah diam sejenak, lalu bersabda: “Apa yang kau katakan tadi?” Lelaki itu menjawab: “Aku berkata: Wahai Rasulullah, apakah kebaikan bisa mendatangkan keburukan?” Maka Rasulullah menjawab: “Sesungguhnya kebaikan itu tidak mendatangkan kecuali kebaikan, apakah ia (harta benda) sendiri adalah kebaikan. Sesungguhnya segala sesuatu yang tumbuh dari musim semi bisa menyebabkan binatang sakit perut hingga mati atau hampir mati, kecuali hewan yang makan rerumputan hijau secukupnya. Ia makan hingga perutnya penuh, lalu menghadap matahari, buang kotoran, atau buang air kecil, kemudian memamah biak, lalu makan lagi. Maka barang siapa yang mengambil harta dengan haknya, niscaya diberkahi baginya. Dan barang siapa yang mengambil harta dengan cara yang tidak benar, maka perumpamaannya seperti orang yang makan tetapi tidak pernah kenyang.”(HR Muslim)

تَعِسَ عَبْدُ الدِّينَارِ وَالدِّرْهَمِ وَالْقَطِيفَةِ وَالْخَمِيصَةِ ، إِنْ أُعْطِىَ رَضِىَ ، وَإِنْ لَمْ يُعْطَ لَمْ يَرْضَ

 “Celakalah wahai budak dinar, dirham, qothifah (pakaian yang memiliki beludru), khomishoh (pakaian berwarna hitam dan ada bintik-bintik merah). Jika ia diberi, maka ia rida. Jika ia tidak diberi, maka ia tidak rida.” (HR. Bukhari, no. 2886, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu).

يَا كَعْبُ بْنَ عُجْرَةَ إِنَّهُ لاَ يَرْبُو لَحْمٌ نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ إِلاَّ كَانَتِ النَّارُ أَوْلَى بِهِ

“Wahai Ka’ab bin ‘Ujroh, sesungguhnya daging badan yang tumbuh berkembang dari sesuatu yang haram akan berhak dibakar dalam api neraka.” (HR. Tirmidzi, no. 614. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan).

لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ جَسَدٌ غُذِّيَ بِالْحَرَامِ


"Tidak akan masuk surga tubuh yang diberi makan dari sesuatu yang haram."(HR. Ahmad, no. 13545; Shahih menurut al-Albani)

 

Rabu, 09 April 2025

hukum melipat pakaian dan mengikat rambut ketika shalat

 

 

أُمِرْتُ أَنْ أَسْجُدَ عَلَى سَبْعَةِ أَعْظُمٍ عَلَى الْجَبْهَةِ – وَأَشَارَ بِيَدِهِ عَلَى أَنْفِهِ – وَالْيَدَيْنِ ، وَالرُّكْبَتَيْنِ وَأَطْرَافِ الْقَدَمَيْنِ ، وَلاَ نَكْفِتَ الثِّيَابَ وَالشَّعَرَ

“Aku diperintahkan bersujud dengan tujuh bagian anggota badan: (1) Dahi (termasuk juga hidung, beliau mengisyaratkan dengan tangannya), (2,3) telapak tangan kanan dan kiri, (4,5) lutut kanan dan kiri, dan (6,7) ujung kaki kanan dan kiri. Dan kami dilarang mengumpulkan pakaian dan rambut. ” (HR. Bukhari no. 812 dan Muslim no. 490)

Penjelasan ulama dalam hal ini

قوله: «ولا نكفتَ الثيابَ والشَّعرَ»، (الكَفْتُ): الضمُّ والجمعُ؟ يعني: ألا أضمَّ ثيابي وشَعري إلى نفسي، وألا أرفعَها عن الأرض، بل أُمرت أن أتركَها حتى تقعَ على الأرض؛ ليسجدَ جميعُ أعضائي وثيابي.

فبهذا الحديث قالوا: يُكرَه فتلُ الشَّعر وعقدُه خلفَ القفا ورفعُ الثياب عند السجود

واعلم أن مذهبَ الشافعيِّ وأكثرِ الأئمة وجوبُ وضعِ الجبهة، ووضعُ الأنف سُنَّةٌ

"Perkataan beliau: ‘dan janganlah aku menggulung pakaian dan rambut’, (kata al-kaftu) artinya: mengumpulkan dan merapatkan. Maksudnya: aku tidak mengumpulkan pakaian dan rambutku ke tubuhku, dan aku tidak mengangkatnya dari tanah, melainkan aku diperintahkan untuk membiarkannya menjuntai hingga menyentuh tanah; agar seluruh anggota tubuhku dan pakaianku ikut bersujud."

"Berdasarkan hadits ini, para ulama mengatakan: makruh hukumnya memelintir rambut dan mengikatnya di belakang kepala, serta mengangkat pakaian ketika sujud."

"Dan ketahuilah bahwa menurut mazhab Syafi’i dan mayoritas imam lainnya, meletakkan dahi saat sujud adalah wajib, sedangkan meletakkan hidung adalah sunnah." (mafatih fi syarhil mashabih, mudhiruddin azaidany)

وقوله: ولا نكفت الثياب، معناه لا نضم الثياب ولا

نرفعها، لكن ترسل حتى تصيب الأرض، ومنه الحديث: (إذا أقبلت فحمة الليل فاكفتوا صبيانكم) أي ضموهم إليكم وامنعوهم من التفرق والانتشار في ذلك الوقت

"Perkataan beliau: 'Dan janganlah kami menggulung pakaian', maksudnya: jangan kami kumpulkan atau angkat pakaian tersebut, tetapi biarkan terurai hingga menyentuh tanah. Dan di antara contoh penggunaannya adalah hadits: 'Apabila kegelapan malam telah datang, maka kumpulkanlah anak-anak kalian (fa-kaffitū ṣibyānakum)', artinya: kumpulkan mereka di dekat kalian dan cegahlah mereka dari berpencar dan menyebar pada waktu itu." (Al khotobi, kitab 'alamul hadits fi syarh shahih bukhary)

Selasa, 08 April 2025

pintu-pintu surga

 

1 orang tua

أَنَّ جَاهِمَةَ جَاءَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَدْتُ أَنْ أَغْزُوَ وَقَدْ جِئْتُ أَسْتَشِيرُكَ فَقَالَ هَلْ لَكَ مِنْ أُمٍّ قَالَ نَعَمْ قَالَ فَالْزَمْهَا فَإِنَّ الْجَنَّةَ تَحْتَ رِجْلَيْهَا

Bahwasanya Jahimah mendatangi Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam lalu dia berkata:  “Wahai Rasulullah, saya hendak ikut berperang, saya datang untuk bermusyawarah denganmu.” Beliau bersabda: “Apakah kamu masih punya ibu?” Beliau menjawab: “Ya.” Beliau bersabda: “Tinggal-lah bersamanya, sesungguhnya surga di bawah kedua kakinya  (Hr Nasa'i)

Dari Abu Darda radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الْوَالِدُ أَوْسَطُ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ فَإِنْ شِئْتَ فَأَضِعْ ذَلِكَ الْبَابَ أَوِ احْفَظْهُ

“Orang tua adalah pintu surga paling tengah. Kalian bisa sia-siakan pintu itu atau kalian bisa menjaganya.” (HR. Tirmidzi no. 1900, Ibnu Majah no. 3663 dan Ahmad 6: 445. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan)

Dari Humaid, ia menyatakan, ketika ibunya Iyas bin Mu’awiyah itu meninggal dunia, Iyas menangis. Ada yang bertanya padanya, “Kenapa engkau menangis?” Ia menjawab,

كَانَ لِي بَابَانِ مَفْتُوْحَانِ إِلَى الجَنَّةِ وَأُغْلِقَ أَحَدُهُمَا

Dahulu aku memiliki dua pintu yang terbuka menuju surga. Namun sekarang salah satunya telah tertutup.” (Al-Birr li Ibnil Jauzi, hlm. 56. Dinukil dari Kitab min Akhbar As-Salaf Ash-Shalih, hlm. 398)

 

2. suami

أَذَاتُ زَوْجٍ أَنْتِ ؟ قَالَتْ : نَعَمْ قَال : انْظُرِي أَيْنَ أَنْتِ مِنْهُ فَإِنَّهُ جَنَّتُكِ وَنَارُكِ

Rasulullah SAW bertanya,"Apakah kamu punya suami? Wanita itu menjawab,"Ya". Rasulullah SAW berkata,"Perhatikan dimana posisimu terhadap suami. Sebab pada suami itu ada surgamu dan nerakamu. (HR. Ahmad)

إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا وَصَامَتْ شَهْرَهَا وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا .قِيل لَهَا : ادْخُلِي الْجَنَّةَ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ

Apabila seorang istri melaksanakan shalat lima waktu, puasa Ramadhan, menjaga kehormatannya dan mentaati suaminya, maka dikatakan kepadanya : Masuklah ke dalam surga dari pintu yang mana saja. (HR. Ahmad)

 

3. Anak Shaleh

إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ لَيَرْفَعُ الدَّرَجَةَ لِلْعَبْدِ الصَّالِحِ فِيْ الْجَنَّةِ فَيَقُوْلُ : يَا رَبِّ أَنىَّ لِيْ هَذِهِ ؟ فَيَقُوْلُ : بِاسْتِغْفَارِ وَلَدِكَ لَكَ

 

Sasungguhnya Allah benar-benar mengangkat derajat seorang hamba-Nya yang saleh di Surga.” Lalu ditanyakan “Wahai Rabbku, bagaimana ini bisa terjadi?” Allah menjawab: “Berkat istighfar anakmu bagi dirimu”. (Hr Ahmad)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 

إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim no. 1631)

4. Amal Shaleh

وَتِلْكَ الْجَنَّةُ الَّتِي أُورِثْتُمُوهَا بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ

“Itulah surga yang dikaruniakan untuk kalian, disebabkan amal sholeh kalian dahulu di dunia” (QS. Az-Zukhruf : 72)

عَنۡ عُبَادَةَ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُ، عَنِ النَّبِيِّ ﷺ قَالَ: (مَنۡ شَهِدَ أَنۡ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحۡدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبۡدُهُ وَرَسُولُهُ، وَأَنَّ عِيسَى عَبۡدُ اللهِ وَرَسُولُهُ، وَكَلِمَتُهُ أَلۡقَاهَا إِلَى مَرۡيَمَ وَرُوحٌ مِنۡهُ، وَالۡجَنَّةُ حَقٌّ، وَالنَّارُ حَقٌّ، أَدۡخَلَهُ اللهُ الۡجَنَّةَ عَلَى مَا كَانَ مِنَ الۡعَمَلِ)

قَالَ الۡوَلِيدُ: حَدَّثَنِي ابۡنُ جَابِرٍ، عَنۡ عُمَيۡرٍ، عَنۡ جُنَادَةَ، وَزَادَ: (مِنۡ أَبۡوَابِ الۡجَنَّةِ الثَّمَانِيَةِ أَيَّهَا شَاءَ)

dari ‘Ubadah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Siapa saja yang bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi kecuali Allah semata tidak ada sekutu bagi-Nya; bahwa Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya; bahwa ‘Isa adalah hamba Allah, rasul-Nya, kalimat-Nya yang Dia sampaikan kepada Maryam, dan roh dari-Nya; surga itu benar; neraka itu benar; maka Allah akan masukkan ia ke surga sesuai amal yang dahulu ia lakukan.”

Al-Walid berkata: Ibnu Jabir menceritakan kepadaku dari ‘Umair, dari Junadah dan beliau menambahkan, “Dari delapan pintu surga yang mana saja ia inginkan.” (HR Bukhary)

 

sikap ketika melakukan kebaikan/dosa

Orang baik kadang berbuat salah, begitupun orang-orang jahat kadang berbuat baik, manusia itu tidak akan tetap dalam satu keadaan, berubah dan berganti.
bahkan manusia disipati dengan dosa, karena manusia mempunyai potensi beramal shaleh, bukankah kesalahan itu bagi siapa saja yang berpotensi benar?
yang membedakan adalah bagaimana sikap kita ketika benar dan ketika salah, 

إِنَّ المُؤْمِنَ يَرَى ذُنُوبَهُ كَأَنَّهُ قَاعِدٌ تَحْتَ جَبَلٍ يَخَافُ أَنْ يَقَعَ عَلَيْهِ، وَإِنَّ الفَاجِرَ يَرَى ذُنُوبَهُ كَذُبَابٍ مَرَّ عَلَى أَنْفِهِ

Sesungguhnya orang yang beriman melihat dosa-dosanya seperti ketika duduk di bawah gunung, dia takut kalau gunung tersebut jatuh menimpanya. Adapun orang yang fajir melihat dosa-dosanya seperti seekor lalat yang lewat (terbang) di depan hidungnya.” (HR. Bukhari no. 6308)

orang baik akan sangat takut dan menyesal ketika berbuat kesalahan, dan orang jahat akan menyepelekan dosanya itu........bagaimana dengan kita dalam masalah ini?

Senin, 07 April 2025

wanita hamil fidyah/qodho menurut atsar ibnu abbas dan ibnu umar

 

حَدَّثَنَا ابْنُ الْمُثَنَّى، حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي عَدِيٍّ، عَنْ سَعِيدٍ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ عَزْرَةَ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، ‏{‏ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ ‏}‏ قَالَ كَانَتْ رُخْصَةً لِلشَّيْخِ الْكَبِيرِ وَالْمَرْأَةِ الْكَبِيرَةِ وَهُمَا يُطِيقَانِ الصِّيَامَ أَنْ يُفْطِرَا وَيُطْعِمَا مَكَانَ كُلِّ يَوْمٍ مِسْكِينًا وَالْحُبْلَى وَالْمُرْضِعُ إِذَا خَافَتَا - قَالَ أَبُو دَاوُدَ يَعْنِي عَلَى أَوْلاَدِهِمَا - أَفْطَرَتَا وَأَطْعَمَتَا

Ibnu al-Mutsanna menceritakan kepada kami, Ibnu Abi Adi menceritakan kepada kami, dari Sa'id, dari Qatadah, dari Azrah, dari Sa'id bin Jubair, dari Ibnu Abbas mengenai firman Allah: 'Dan atas orang-orang yang mampu melaksanakannya (puasa) membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin' (QS. Al-Baqarah: 184). Ia (Ibnu Abbas) berkata: 'Ini adalah keringanan bagi orang tua laki-laki dan orang tua perempuan yang keduanya masih mampu berpuasa, bahwa keduanya boleh tidak berpuasa dan memberi makan seorang miskin untuk setiap hari yang tidak berpuasa. Demikian juga bagi wanita hamil dan yang menyusui, jika mereka khawatir (terhadap anak mereka).' Abu Dawud berkata, 'Yakni khawatir terhadap anak-anak mereka,' maka keduanya boleh tidak berpuasa dan memberi makan seorang miskin untuk setiap hari yang tidak berpuasa (HR Abu Dawud)

 

Atsar tersebut riwayat Abu Dawud,

Yang dipermasalahkan adalah rawi yang bernama sa’id bin abi ‘arubah dan qatadah. Sa’id dinilai ikhtilat (sering keliru) dan qatadah disebut tadlis

 

إذا خَافَتِ الحاملُ على نفسها والمرضِعُ على ولدها في رمضان : يُفطران ويُطعمان مكانَ كل يومٍ مسكيناً، ولا يقضيان صوماً

((تفسير الطبري، وصححه الألباني في الإرواء وقال: إسناده صحيح على شرط مسلم

 “Jika seorang wanita hamil mengkawatirkan dirinya dan wanita menyusui mengkawatirkan anaknya di bulan Ramadhan (jika mereka berdua berpuasa) maka mereka berdua berbuka dan membayar fidyah untuk setiap hari dengan memberi makan kepada seorang miskin, dan keduanya tidak mengqodho.” (Diriwayatkan oleh At-Thobari no 2758. Syaikh Al-Albani berkata, “Isnadnya shahih sesuai dengan persyaratan Imam Muslim al-Irwaa 4/19)

حدثنا بشر بن معاذ قال : حدثنا يزيد بن زريع قال : حدثنا سعيد ، عن قتادة ، عن عزرة ، عن سعيد بن جبير ، عن ابن عباس قال : كان الشيخ الكبير والعجوز الكبيرة وهما يطيقان الصوم ، رخص لهما أن يفطرا إن شاءا ويطعما لكل يوم مسكينا ، ثم نسخ ذلك بعد ذلك : " فمن شهد منكم الشهر فليصمه ومن كان مريضا أو على سفر فعدة من أيام أخر " ، وثبت للشيخ الكبير والعجوز الكبيرة ، إذا كانا لا يطيقان الصوم ، وللحبلى والمرضع إذا خافتا( تفسير الطبري الطبري - محمد بن جرير الطبري)

Ini diantara penilaian ulama tentang said bin abi arubah

"تهذيب التهذيب" لابن حجر العسقلاني (ج 4 / ص 68):

قال يحيى بن معين: "ثقة ثقة، إلا أنه اختلط في آخر عمره

ومن سمع منه في الاختلاط فلا يعتمد عليه، وأرواهم عنه عبد الاعلى السامي /، ثم شعيب بن إسحاق، وعبدة بن سليمان، وعبد الوهاب الخفاف، وأثبتهم فيه يزيد بن زريع، وخالد بن الحارث، ويحيى القطان

"Dan barang siapa yang mendengar (meriwayatkan) darinya setelah mengalami ikhtilat, maka tidak dapat diandalkan. Perawi yang paling banyak meriwayatkan darinya adalah ‘Abdul A’la as-Sami, kemudian Syu’aib bin Ishaq, dan (juga) ‘Abdah bin Sulaiman, ‘Abdul Wahhab al-Khuffaf. Yang paling kuat periwayatannya darinya adalah Yazid bin Zurai’, Khalid bin al-Harith, dan Yahya al-Qattan. (mizanul ‘itidal)

 

Perbandingan riwayat dari sa’id bin abi arubah dari qotadah

حدثنا محمد بن عبيد الله المنادي ، حدثنا روح بن عبادة ، حدثنا سعيد بن أبي عروبة ، عن قتادة ، عن أنس - أنَّ نَبِيَّ اللَّهِ صَلّى اللهُ عليه وسلَّمَ قالَ لِأُبَيِّ بنِ كَعْبٍ: إنَّ اللَّهَ أمَرَنِي أنْ أُقْرِئَكَ القُرْآنَ قالَ: آللَّهُ سَمّانِي لَكَ؟ قالَ: نَعَمْ قالَ: وقدْ ذُكِرْتُ عِنْدَ رَبِّ العالَمِينَ؟ قالَ: نَعَمْ فَذَرَفَتْ عَيْناهُ.

الراوي: أنس بن مالك • البخاري، صحيح البخاري (٤٩٦١) • [صحيح]

"Bahwa Nabi Allah shallallahu 'alaihi wa sallam berkata kepada Ubay bin Ka'b: 'Sesungguhnya Allah memerintahkanku untuk membacakan Al-Qur'an kepadamu.' Ubay bin Ka'b berkata: 'Apakah Allah menyebut namaku kepadamu?' Nabi menjawab: 'Iya.' Ubay bertanya lagi: 'Apakah aku disebut di hadapan Rabb semesta alam?' Nabi menjawab: 'Iya.' Maka Ubay pun menangis hingga kedua matanya berlinang air mata (HR Bukhary 4961/4579)


عبد الرزاق ، عن الثوري ، وعن ابن جريج ، عن عطاء ، عن ابن عباس قال : " تفطر الحامل والمرضع في رمضان ، وتقضيان صياما ، ولا تطعمان

‘Abdurrazzaaq, dari Ats-Tsauriy dan dari Ibnu Juraij dari ‘Athaa’, dari Ibnu ‘Abbaas, ia berkata : “Wanita hamil dan menyusui boleh berbuka di bulan Ramadlaan dimana keduanya menqadla’ puasa (yang ditinggalkannya) tanpa membayar fidyah” [Diriwayatkan ‘Abdurrazzaaq 4/218 no. 7564]

Dalam atsar ini ada rawi yang dimasalahkan oleh ulama hadits yaitu Ibnu Juraij Ia adalah ‘Abdul-Malik bin ‘Abdil-‘Aziiz bin Juraij Al-Qurasyiy Al-Umawiy, Abul-Waliid (wafat : 149/150/151 H) – seorangyang tsiqah, faqiih, lagi mempunyai keutamaan; namun banyak melakukan tadliis dan irsaal [attaqrib, hal. 624 no. 4221]

قال الدارقطني: تجنب تدليس ابن جريج فإنه قبيح التدليس، لا يدلّس إلا فيما سمعه من مجروح.
وذكره ابن حبان في «الثقات» وقال: كان من فقهاء أهل الحجاز، وقرائهم، ومتقنيهم، وكان يدلّس.
وقال الذهلي: وابن جريج إذا قال: «حدثني» و«سمعت»، فهو محتج بحديثه
(الروض الناضر في سيرة الإمام أبي جعفر الباقر ١/‏١٧٥ — بدر محمد باقر (معاصر)

Ad-Dāraquṭnī berkata: "Hindarilah tadlīs Ibn Jurayj, karena tadlīs-nya tercela; ia hanya melakukan tadlīs dalam apa yang ia dengar dari perawi yang dicacat."Ibn Ḥibbān menyebutnya dalam "Aṡ-Ṡiqāt" dan berkata: "Ia termasuk ahli fikih, qāriʾ, dan orang yang terpercaya dari kalangan penduduk Hijaz, namun ia juga melakukan tadlīs."Adh-Dhahli berkata: "Adapun Ibn Jurayj, jika ia berkata: 'ḥaddathanī' (telah menceritakan kepadaku) atau 'samiʿtu' (aku mendengar), maka hadisnya bisa dijadikan hujah." (Ar-Roudh An-Nadhr fi Siirotil imam Abi Ja’far Al-Baqir)

 

وعن ابن أبي ليلى قال : دخلت على عطاء في رمضان وهو يأكل ، فقال : قال ابن عباس نزلت هذه الآية فنسخت الأولى إلا الكبير الفاني إن شاء أطعم عن كل يوم مسكينا وأفطر . فالنسخ ثابت في حق الصحيح المقيم بالآية الآتية : ( فمن شهد منكم الشهر فليصمه . . . ) .

القرآن الكريم - في ظلال القرآن لسيد قطب - تفسير سورة البقرة - الآية 184

 

 ATSAR IBNU UMAR

Atsar ibnu umar dalam kitab al-istidzkar karya Ibnu Abdil Barr (maktabah syamilah):

ومعمر عن أيوب عن نافع عن بن عمر قال الحامل إذا خشيت على نفسها في رمضان تفطر وتطعم ولا قضاء عليها

Penilaian ulama tentang atsar ini : Yahya bin Ma'in: Dalam TARIKH YAHYA BIN MA’IN, Yahya memberikan penilaian positif terhadap Ma'mar, tetapi juga menyatakan bahwa ada beberapa riwayat yang perlu diperhatikan dengan hati-hati.

 

 

Dalam al muwatha (imam malik)

قال أبو عمر أما الخبر عن بن عمر بما ذكر مالك أنه بلغه فقد رواه حماد بن زيد عن أيوب عن نافع عن بن عمر وحماد بن سلمة عن أيوب وعبيد الله بن عمر عن نافع عن بن عمر أنه كان يقول في الحامل والمرضع يفطران وتطعمان عن كل يوم مدا لمسكين

Riwayat ibnu umar dari jalur yang lain

حدثنا أبو صالح الأصبهاني ثنا أبو مسعود ثنا الحجاج ثنا حماد عن أيوب عن نافع عن ابن عمر أن امرأته سألته وهي حبلى ، فقال أفطري وأطعمي عن كل يوم مسكينا ولا تقضي

Telah menceritakan kepada kami Abu Shaalih Al-Ashbahaaniy[1] : Telah menceritakan kepada kami Abu Mas’uud[2] : Telah menceritakan kepada kami Al-Hajjaaj[3] : Telah menceritakan kepada kami Hammaad[4], dari Ayyuub[5], dari Naafi’, dari Ibnu ‘Umar : Bahwasannya anak perempuannya pernah bertanya kepadanya (tentang kewajiban puasa) yang pada saat itu ia dalam keadaan hamil. Maka Ibnu ‘Umar menjawab : “Berbukalah dan berilah makan satu orang miskin sebagai ganti setiap harinya dan jangan kamu mengqadla” [Diriwayatkan oleh Ad-Daruquthni 3/198 no. 2388; sanadnya jayyid sebagaimana dikatakan oleh Al-Albaaniy dalam Irwaaul-Ghaliil 4/20].

[1]     Ia adalah ‘Abdurrahmaan bin Sa’iid bin Haaruun Abu Mas’uud Al-Ashbahaaniy; seorang yang tsiqah sebagaimana dikatakan oleh Ad-Daaruquthniy (w. 324 H) [Taraajimu Rijaali Ad-Daaruquthniy, hal. 56 no. 94].

[2]     Ia adalah Ahmad bin Al-Furaat bin Khaalid Adl-Dlabbiy Abu Mas’uud Ar-Raaziy Al-Haafidh (w. 258 H) [Taqriibut-Tahdziib, hal. 96 no. 88].

[3]     Hajjaaj bin Al-Minhaal Al-Anmaathiy Abu Muhammad As-Sulamiy; seorang yang tsiqah lagi faadlil (w. 216 H). Dipakai Al-Bukhaariy dan Muslim dalam Shahih-nya [idem, hal. 224 no. 1146].

[4]     Hammaad bin Salamah bin Diinaar Al-Bashriy; seorang yang tsiqah lagi ‘aabid, berubah hapalannya di akhir hayatnya (w. 167). Dipakai Al-Bukhaariy dan Muslim dalam Shahih-nya [idem, hal. 268-269 no. 1507].

[5]     Ayyuub bin Abi Tamiimah As-Sikhtiyaaniy Abu Bakr Al-Bashriy; seorang yang tsiqahtsabat, lagi hujjah (w. 131 H).Dipakai Al-Bukhaariy dan Muslim dalam Shahih-nya [idem, hal. 158 no. 610]

 

Perbandingan sanad dari hammad dari ayyub dari nafi’ dalam hadits Shahih Muslim

 

وحدثنا عَبْدُ بْنُ حُمَيدٍ. حَدَّثَنَا يُونُسُ بن مُحَمَّدٍ. حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ، عَنْ أيوبَ، عَنْ نَافِعٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ؛ أَنَّ رَسُولَ اللهِ ﷺ، كَانَ إِذَا قَعَدَ في التَّشَهدِ وَضَعَ يَدَهُ اليُسْرَى عَلَى رُكْبَتِهِ اليُسْرَى. وَوَضَعَ يَدَهُ اليُمْنَى عَلَى رُكْبَتِهِ اليُمْنَى. وَعَقَدَ ثَلاثَةَ وَخَمْسِينَ. وَأَشَارَ بِالسبابَةِ (رواه مسلم)

 

"Telah menceritakan kepada kami 'Abd bin Humaid. Telah menceritakan kepada kami Yunus bin Muhammad. Telah menceritakan kepada kami Hammad bin Salamah, dari Ayyub, dari Nafi', dari Ibnu Umar; bahwa Rasulullah , ketika beliau duduk dalam tasyahhud, meletakkan tangan kirinya di atas lutut kirinya, dan meletakkan tangan kanannya di atas lutut kanannya. Beliau membentuk (isyarat) tiga dan lima puluh (dengan jari-jarinya), dan beliau menunjuk dengan jari telunjuknya." (HR Muslim)

 

قال ابن عباس : كانت رخصة للشيخ الكبير ، والمرأة الكبيرة ، وهما يطيقان الصيام ، أن يفطرا ، ويطعما مكان كل يوم مسكينا ، والحبلى والمرضع إذا خافتا على أولادهما ، أفطرتا ، وأطعمتا . رواه أبو داود . وروي ذلك عن ابن عمر ، ولا مخالف لهما في الصحابة (المغني ابن قدامة )

قال ابن المنذر : قال ابن عمر وابن عباس وسعيد بن جبير : يفطران ويطعمان ، ولا قضاء عليهما ، وقال عطاء بن أبي رباح والحسن والضحاك والنخعي والزهري وربيعة والأوزاعي وأبو حنيفة والثوري وأبو عبيد وأبو ثور وأصحاب الرأي : يفطران ويقضيان ، ولا فدية كالمريض ، وقال الشافعي وأحمد : يفطران ويقضيان ويفديان وروي ذلك عن مجاهد ، وقال مالك : الحامل تفطر وتقضي ولا فدية والمرضع تفطر وتقضي وتفدي( المجموع شرح المهذب)

النووي - أبو زكريا محيي الدين يحيى بن شرف النووي

 Wallohu a’lam

shalat jama' dan qhasar

 

jarak perjalanan

جَمَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ وَالْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ بِالْمَدِينَةِ فِي غَيْرِ خَوْفٍ وَلَا مَطَرٍ

“Nabi saw menjama’ sholat zuhur dan ashar juga menjama; sholat maghrib dan isya di madinah tanpa ada sebab ‘takut’ dan juga tanpa sebab hujan” (HR muslim)

عَنْ أَنَسٍ رضي الله عنه كَانَ رَسُولُ اللهِ صلّى الله عليه وسلّم إِذَا ارْتَحَلَ قَبْلَ أَنْ تَزِيغَ الشَّمْسُ أَخَّرَ الظُّهْرَ إِلَى وَقْتِ الْعَصْرِ، ثُمَّ نَزَلَ فَجَمَعَ بَيْنَهُمَا، فَإِنْ زَاغَتِ الشَّمْسُ قَبْلَ أَنْ يَرْتَحِلَ صَلَّى الظُّهْرَ، ثُمَّ رَكِبَ. مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.

Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, apabila dalam perjalanan sebelum tergelincirnya matahari (waktu Zhuhur belum masuk), maka beliau menunda shalat Zhuhur hingga waktu Ashar (jamak takhir), kemudian beliau turun dan menggabungkan keduanya (shalat Zhuhur dan Ashar). Namun, jika matahari sudah tergelincir sebelum beliau melakukan perjalanan, maka beliau mengerjakan shalat Zhuhur terlebih dahulu,kemudian melanjutkan perjalanan. (Muttafaqun ‘alaih) [HR. Bukhari, no. 1111, 1112 dan Muslim, no. 704]

عَنْ يَحْيَى بْنِ يَزِيدَ الْهُنَائِىِّ قَالَ سَأَلْتُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ عَنْ قَصْرِ الصَّلاَةِ فَقَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا خَرَجَ مَسِيرَةَ ثَلاَثَةِ أَمْيَالٍ أَوْ ثَلاَثَةِ فَرَاسِخَ – شُعْبَةُ الشَّاكُّ – صَلَّى رَكْعَتَيْنِ

 

“Dari Yahya bin Yazid Al Huna-i, ia berkata, “Aku pernah bertanya pada Anas bin Malik mengenai qashar shalat. Anas menyebutkan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menempuh jarak 3 mil atau 3 farsakh –Syu’bah ragu akan penyebutan hal ini-, lalu beliau melaksanakan shalat dua raka’at (qashar shalat).” (HR. Muslim no. 691).

Ibnu Hajar Al Asqolani menyatakan,

وَهُوَ أَصَحّ حَدِيث وَرَدَ فِي بَيَان ذَلِكَ وَأَصْرَحه

 “Itulah hadits yang paling shahih yang menerangkan masalah jarak safar untuk bisa mengqashar shalat. Itulah hadits yang paling tegas.” (Fathul Bari, 2: 567)

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ – رضى الله عنه – قَالَ صَلَّى النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – بِالْمَدِينَةِ أَرْبَعًا ، وَبِذِى الْحُلَيْفَةِ رَكْعَتَيْنِ

 “Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat di Madinah empat raka’at, dan di Dzul Hulaifah (saat ini disebut dengan: Bir Ali) shalat sebanyak dua raka’at.” (HR. Bukhari no. 1089 dan Muslim no. 690). Padahal jarak antara Madinah dan Bir Ali hanya sekitar tiga mil.

lamanya perjalanan

وأخرج البيهقي في " المعرفة " عن عبيد الله بن عمر عن نافع أن ابن عمر ، قال : ارتج علينا الثلج ، ونحن بأذربيجان ستة أشهر في غزاة ، وكنا نصلي ركعتين . انتهى . قال النووي : وهذا سند على شرط الصحيحين

atsar riwayat baihaqi dari nafi beliau berkata : adalah ibnu umar di ajarbaizan selama 6 bulan beliau (ibnu umar) shalat qashar 2 rakaat. menurut imam nawawi hadits ini shahih dengan syarat bukhary muslim

 

Kaitan antara shalat dan qurban

  قُلْ إِنَّ صَلاَتِى وَنُسُكِى وَمَحْيَاىَ وَمَمَاتِى للَّهِ رَبّ ٱلْعَـٰلَمِينَ " Katakanlah: "Sesungguhnya salat, ibadah, hi...